­

Hobi Kok Ngurusin Orang?

by - Februari 19, 2023

Belakangan ini rasanya melelahkan banget tiap berselancar di sosial media. Padahal kerjaannya cuma scrolling-scrolling gak jelas sambil rebahan. Perasaan capek itu muncul tiap kali aku selesai baca komentar julid dari netizen di banyak postingan. Entah itu di laman akun gosip, atau bahkan di akun pribadi orang lain. Aku gak mengikuti laman gosip, biasanya aku buka akun itu kalau ada orang yang repost postingan dari akun gosip tersebut. Biasanya juga, aku buka karena terkadang, komentar di laman tersebut seringkali bisa memberi perspektif sehat yang unik. Sayangnya, itu hanya terjadi dalam hitungan jari dua tangan. Seringkali yang terjadi justru sebaliknya.
 

Sedihnya, jumlah komentar tersebut bukan cuma puluhan atau ratusan aja, tapi ratus ribuan. Artinya banyak banget orang yang secara sadar berani untuk melayangkan kalimat jahat ke orang lain hanya berdasar satu berita yang belum tentu terjamin kebenarannya. Lagi, ini akun gosip. Apa yang kamu harapkan dari postingan di akun gosip? Sudah pasti isinya diberi bumbu dan dipelintir sana-sini. Wong media nasional aja bisa menuliskan headline clickbait sampah untuk menarik pembaca kok, apalagi cuma akun gosip?

Komentar-komentar jahat tersebut, seringkali ditulis netizen dengan dalih "kritik" atau "sekedar mengingatkan". Netizen merasa tindakannya benar karena dalam era free speech, semua orang bebas untuk berpendapat termasuk menyampaikan kritik sekalipun. Apalagi kalau subjek yang diberi "masukan" adalah public figure. Kalau si public figure gak terima di "kritik", sudah pasti doi bakal dicap antikritik. 

Kritik dalam tanda kutip. Karena faktanya, yang kata netizen kritik itu, semua berbau cemoohan, hinaan, dan cacian dalam bahasa yang santun. Kritik yang mereka lemparkan isinya tentang agama, dan hal private manusia yang lainnya. Banyak orang yang menyalahgunakan kata kritik. Padahal yang mereka lakukan murni menghina dan mencampuri kehidupan personal manusia. Ternyata masih banyak orang yang gak paham bedanya kritik dengan hinaan ya? Kukira sudah jelas. Hinaan, meski disampaikan dengan bahasa yang penuh kesantunan dan kehalusan, tetap aja disebut hinaan. 

Masyarakat Indonesia ini mayoritas punya hobi ngurusin hidup orang. Mereka seringkali merasa berhak atas keputusan individu, mereka merasa berhak mengomentari kehidupan orang yang bahkan tidak dia kenal sekalipun. Apakah orang-orang yang punya hobi tersebut pengangguran? Bahkan mencampuri urusan saudara aja sebenarnya udah masuk kategori gak sopan. Tapi budaya kita sepertinya menormalisasi hal-hal seperti itu ya?

Dulu aku gak merasa salah dengan kegiatan julid dan mengomentari hidup orang lain. Karena selain seru, ya kita mau ngobrolin apa lagi, sih? Topik keburukan individu lain tentu jadi list nomor 1 yang gak boleh dilewatkan tiap nongkrong bareng temen. Aku baru merasa kebiasaan tersebut salah waktu aku dekat dengan cowok yang hobi banget nyinyirin tetangganya. 

Kurasa, orang-orang yang berani mengirimkan komentar jahat tersebut punya kebiasaan yang sama dengan aku dan teman cowok yang aku punya ini. Sama-sama suka berghibah dan nyinyir. Kebiasaan itu, kalau dibiarkan, akan berkembang dan menjadi salah. Bisa-bisa, yang tadinya kita pikir kita berghibah untuk sekedar "mengisi obrolan" lama-lama berubah menjadi keinginan untuk menyampaikan di ruang publik dengan tujuan agar subjek obrolan mengetahui apa yang kita pikirkan tentang dia. Jatuhnya udah masuk bullying.

Padahal kebiasaan tersebut jelas-jelas salah dan gak penting banget. Ngapain amat kan ngurusin orang? Sibuk berkomentar atas kehidupan orang lain? Untung juga nggak, yang ada buang-buang waktu. Harusnya, as long as they're not harming anyone, as long as they're not hurting anyone ya yaudah. Gak usah repot-repot ngurusin, nyinyirin, ngomentarin hidup orang. Kita berjalan di garis kita masing-masing aja. Jangan menyinggung kalau gak mau disinggung. Kalau gak disinggung ya gak usah menyinggung. Simple kan?

Ada garis di sini yang membatasi antara hidup satu individu dengan individu lain. Apapun status individu lain di hidup kamu, kamu tetap gak berhak mencampuri setiap keputusan dan kehidupan yang dia jalani, termasuk mengomentari dan memberi saran. Selama dia gak minta saran, sebaiknya kamu juga jangan memberi saran. Itu attitude hidup bermasyarakat. Harusnya semua orang tau ini.  

You May Also Like

0 comments