­

3 Bulan: Cukupkah untuk Sampai pada Titik Penerimaan?

by - November 16, 2022

     Hai, apa kabar? Klise ya.. opening tulisan kali ini sesepele bertanya kabar. Seolah-olah ketika aku menulisnya, aku pingin tau kabar orang beneran. Tapi beneran kok. 3 bulan memutuskan untuk berhenti menulis hanya karena memang pingin berhenti memikirkan sesuatu (di luar hal-hal yang memang perlu untuk dipikirkan). 

    Its such a long journey. Padahal  cuma 3 bulan. Cuma 90 hari. Tidak terasa memang, tapi setelah direnungi, ternyata aku telah menjalani banyak hal. Aku telah melewati banyak pergolakan emosi, perjalanan memahami dan beradaptasi, juga melalui banyak pembelajaran untuk menerima sesuatu dengan ikhlas hati. Selalu ya, pada akhirnya hidup hanya tentang penerimaan. Bagaimana kamu menerima ujian yang Allah berikan dengan ikhlas. Bagaimana kemudian akhirnya penerimaan itu berganti menjadi perasaan memaafkan yang tulus dari hati. 

    Tulisan kali ini, bukan opini tentang kejadian apapun. Karena jujur, untuk sekadar memikirkan berita-berita terkini aja, aku sudah kehabisan tenaga duluan. Ini cuma sharing biasa, untuk aku jadikan reminder di kemudian hari, just in case aku lupa, aku telah tamat melewati stage ini. 

    Awal Agustus, aku harus berangkat KKN. Itu semacam big deal buatku karena for some reason, beradaptasi di lingkungan baru bukan keahlianku sama sekali. Bisa dibilang energiku sudah habis bahkan sebelum berangkat, hanya karena memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk selama 40 hari tinggal di kota orang bersama dengan orang yang bahkan tidak ku kenal. Jangan ditiru. Bukan seperti itu cara memulai pengalaman seru.

    Sebelum aku benar-benar berangkat KKN, aku harus melewati fase dimana aku merasa dikhianati dan dipermainkan oleh seseorang. Tiba-tiba aku mengetahui perilaku buruk seseorang yang sudah aku percaya bertahun-tahun. Rasanya marah, kecewa dan sedih ke diri sendiri. Kenapa ya, aku selalu terlalu polos dalam melihat dan menilai orang. Kecewa, kenapa aku bisa salah menilai orang. Sedih, kenapa sepertinya aku terlalu bodoh dalam menilai orang. 

    Pada saat itu, aku nggak bisa nangis. Karena sudah h-1 berangkat KKN. Tentu saja kan? tidak mungkin aku memulai sesuatu dengan kesedihan. Aku memilih untuk menahan. Meski pada akhirnya nggak bisa. Ujung-ujungnya, aku memutuskan untuk marah-marah langsung ke orangnya, dengan kalimat yang aku harap ketika dia membacanya, dia akan merasa sakit hati. Kalau kamu orang yang kumaksud, aku minta maaf ya. Pada saat itu, aku merasa nggak adil kalau hanya aku yang sakit hati. 

    Everythings happen for a reason. Dulu, aku tidak pernah benar-benar mengamini kalimat tersebut. Tapi sekarang aku sadar, bahwa memang akan selalu ada alasan kenapa sesuatu di dunia ini terjadi. Kenapa aku harus tau di detik-detik ketika aku akan berangkat KKN, kenapa harus kamu yang menjadi salah satu orang yang mempermainkanku. Aku percaya bahwa semua itu, tidak serta merta terjadi begitu saja tanpa ada gantinya.

    Mungkin aku harus dipermainkan oleh orang, untuk menyadarkanku bahwa memang sebenarnya di dunia ini tidak ada yang benar-benar bisa diandalkan selain diri sendiri. Mungkin alasan aku harus dikhianati oleh seseorang untuk kemudian Allah hadirkan yang lebih baik lagi untuk mengisi kekosongan posisi yang kamu tinggalkan. 

    Setelah kepergianmu, aku banyak mendapat teman-teman yang baik. Aku bertemu teman-teman KKN yang seru. Aku disatukan dengan teman-teman PLP yang menyenangkan. Aku dipertemukan dengan pamong dan DPL PLP yang menyayangi aku. Bahkan, aku mendapatkan murid-murid yang pintar dan lucu. Tuhan selalu adil pada akhirnya. Aku kehilangan 1, diganti oleh 1000 yang lebih baik. Mungkin memang, sampai detik ini sepertinya aku belum bisa menemukan pasangan pengganti. Tapi, rezeki-rezeki yang aku terima, keberkahan yang membersamai langkahku selama 3 bulan ini, sudah lebih dari cukup untuk menggantikan kamu di sini. 



    Aku percaya, setelah aku pergi, kamu juga dapat ganti yang lebih baik. Dapat pengalaman-pengalaman seru dan keberkahan yang banyak sekali. Juga melewati banyak stage yang memberi kamu pelajaran-pelajaran berarti. 

    Setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk menerima dan acknowledge bahwa diriku juga bukan orang baik. Aku yakin ada alasan kenapa kamu harus melakukan itu. Sudah pasti aku salah dan kurang dalam banyak hal. Jadi, rasanya kurang adil kalau aku menjudge kamu orang jahat hanya karena kamu sudah mempermainkan aku. Kamu tetap orang baik buatku, walau tentu saja baik dalam penilaian yang berbeda.

    Setelah itu semua, aku belajar untuk melihat sesuatu nggak hanya dari sisi hitam dan putih. Selalu ada grey area di setiap keputusan, di setiap perilaku, di setiap kejadian. Apapun itu. Jadinya, selalu ada celah untuk aku bisa menerima dan memaafkan. Aku percaya salah satu kunci dari ketentraman hidup adalah memaafkan. Berkat kejadian itu, akhirnya aku berhasil mendapat 1 kunci menuju hidup yang tentram. Terima kasih ya.

You May Also Like

0 comments