Budaya Konsumerisme dan Standar Kecantikan
Dari pesatnya kemajuan teknologi saat ini, sejujurnya ada banyak banget hal yang aku takutkan akan terjadi. Ini bukan soal bagaimana orang-orang lantas memanfaatkan teknologi untuk hal-hal kurang baik aja. Lebih dari itu, ada banyak dampak negatif yang tanpa disadari perlahan-lahan merusak orang-orang secara mental dan fisik, yang bahkan awalnya mereka sendiri gak menyadari kalau hal-hal ini membawa dampak negatif karena hal tersebut sudah dinormalisasi di society.
Karena teknologi, kita jadi berada di situasi serba mudah. Utamanya dalam urusan komunikasi. Saking mudahnya, kita bahkan bisa tau apa yang sedang dikerjakan orang lain secara real time; mereka sedang berada di mana, sedang bersama siapa. Semua itu mudah aja untuk kita tau bahkan tanpa kita mencari tau. Kemudahan ini tentunya sangat menguntungkan untuk pihak-pihak tertentu. Contohnya, fenomena selebriti di sosial media; bagaimana publik melihat mereka sebagai public figure yang meng-influence dan bagaimana industri melihat mereka sebagai partner untuk menaikkan flow perusahaan mereka.
Keberadaan sosial media membuat orang menjadi mudah untuk mengumpulkan massa. Mereka yang berada di podium dan punya massa biasanya menjadi target para marketing sebuah perusahaan-perusahaan bisnis. Dengan memiliki ratusan ribu followers di sosial media misalnya, maka para pemilik bisnis akan memanfaatkan itu untuk mempromosikan produk yang mereka jual.
Ini adalah hal yang positif awalnya. Terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara public figure dengan pemilik bisnis. Masalahnya, apakah jenis hubungan saling menguntungkan ini terjalin juga antara public figure dengan para followers nya?
Di 2022 ini, ada trend baru di sosial media namanya "racun (nama online shop platform)" dimana trend ini memanfaatkan public figure sosial media untuk gaining pengunjung sebanyak-banyaknya. Keuntungan yang mereka tawarkan kepada public figure bersifat relatif. Artinya semakin banyak customer yang bisa dia jangkau, semakin banyak pula keuntungan yang nantinya akan ia dapatkan. Program semacam ini lebih kita kenal sebagai program affiliate atau afiliasi.
Karena belanja menjadi hal yang sangat mudah untuk dilakukan, ditambah setiap kali membuka sosial media yang kita lihat adalah ajakan untuk menghabiskan uang, maka muncul permasalahan baru di era digital sekarang yakni budaya konsumerisme.
Banyak penelitian terkait konsumerisme yang membuktikan bahwa generasi milenial adalah generasi yang paling boros dan konsumtif. Udah gak kaget, karena memang lingkungan kita sangat menormalisasi perilaku konsumtif tersebut. Buktinya, yang dilakukan public figure justru menginfluence followersnya untuk menjadi orang-orang yang konsumtif. That being sad, seperti yang sudah kubilang di awal, fenomena ini sangat dinormalisasi. Sehingga orang-orang gak sadar kalau apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan.
Perilaku konsumtif ini diperparah dengan adanya standar kecantikan. Karena kalau kamu belum menyadari, selain warna kulit, gaya berpakaian juga sangat menentukan bagaimana penampilan kamu di mata orang lain. Semakin bagus pakaian kamu, semakin putih warna kulitmu, semakin terlihat "baik" di mata orang. Semakin kamu menunjukkan fisik yang luar biasa, semakin banyak pula orang-orang yang akan menghargai kamu pada akhirnya.
Sehingga sudah bisa ditebak bagaimana endingnya. Industri berlomba-lomba mengeluarkan produk-produk fashion dan beauty demi memenuhi demand. Masyarakat berlomba-lomba membeli semua produk tersebut demi mengejar martabat dunia. Tentu, gak semua masyarakat. Tapi melihat bagaimana fenomena afiliasi ini terus berkembang, gak menutup kemungkinan kalau ternyata mayoritas dari masyarakat kita berperilaku demikian.
Satu-satunya cara untuk mengurangi perilaku konsumtif ini adalah dengan menahan ego untuk gak selalu memaksa mengikuti standard society yang ada. Lingkaran setan ini perlu disudahi. Kalau terus-terusan memaksa untuk bisa memenuhi standard society maka akan selalu seperti itu circumstancesnya, bahkan bisa jadi akan semakin parah seiring berjalannya waktu.
Perlu banget untuk kamu garisbawahi bahwa gak harus mengikuti fashion terkini untuk bisa tampil "bagus" di mata orang. Gak harus putih kok untuk bisa terlihat "cantik". Asal rapi dan bersih, sebenarnya cukup dan baik juga, kan?
0 comments