­

5 atau 10 Tahun Lagi...

by - April 27, 2022

Belakangan ini, aku jadi sering mempertanyakan semua hal yang sudah aku lakukan. Aku jadi sering merenungi perjalanan-perjalanan tidak terduga yang sudah aku lewati. Aku jadi mencari-cari lagi, sebenarnya dari kesemua pengalaman itu, harusnya membentuk aku menjadi pribadi yang seperti apa sih? Akan menjadi seperti apa aku 5 atau 10 tahun lagi?


 

Dari dulu, aku selalu merencanakan setiap langkah yang akan kuambil dengan hati-hati. Keputusan-keputusan yang akan kujalani selalu melewati pertimbangan matang dan beragam perhitungan. 

Tapi lucunya, semakin aku merencanakan, semakin tidak tepat sasaran pada akhirnya. Contoh, untuk keputusan besar pertama yang aku rencanakan dan ternyata punya ending yang sangat tidak tertebak sama sekali: masuk SMA. Waktu SMP, aku masih ingat dengan jelas kemana aku ingin melanjutkan jenjang pendidikan ku ketika lulus SMP. Dengan berbagai pertimbangan, dengan banyak perhitungan, dan persiapan tentunya, aku membulatkan tekad, aku ingin melanjutkan pendidikan ke SMA X.

Karena aku tidak memiliki kemampuan dalam akademik maupun non akademik sementara SMA tujuanku adalah salah satu SMA favorit, tentu aku harus mempersiapkan itu 2x lebih serius dari anak-anak lainnya. Pada saat itu karena benar-benar ingin masuk di SMA X, aku bahkan mengikuti les di sebuah lembaga mainstream terkenal pada zamannya.  

Singkat cerita, saat semua sudah kulakukan, saat aku sudah memasuki masa-masa ujian nasional, saat itulah aku diberitahu bahwa selepas SMP aku akan pindah ke luar kota. Dan itu adalah keputusan final. Tidak akan berubah. Tidak bisa diganggu gugat.

Lucu sekali. Rasanya aku selalu dipermainkan oleh hidup. Karena dengan begitu sama artinya apa yang kupersiapkan sia-sia saja semuanya. 

Dari situ, pelajaran hidup yang bisa kuambil adalah bahwa untuk melepaskan kemudi, dan membiarkannya berjalan tanpa GPS, tanpa memikirkan akan kemana akhirnya, kadang-kadang bisa menjadi opsi yang paling menenangkan. 

Karena kalau dipikir-pikir, kuasa Tuhan itu nyata kok. Semua yang terjadi pada hidup tiap individu sudah digariskan. Lepaskan saja. Jangan dipikirkan. Jalani dengan sebaik mungkin. Pada akhirnya toh kita akan sampai juga. Tidak mungkin tersesat apalagi salah arah. Karena sebaik-baik GPS dalam hidup manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa.  

Seringkali yang terjadi, ketika kita merencanakan sesuatu, jalan hidup kita justru menjadi rumit. Padahal tinggal lurus-lurus saja, tapi karena kita sok tau, kita justru ambil jalan putar balik. Harusnya lurus, kita malah putar kanan. Harusnya kita bisa sampai, justru stuck di tengah jalan karena rencana-rencana sok tau kita. 

Mungkin, sesekali memang perlu direncanakan, untuk punya gambaran apa yang harus dipersiapkan.. sisanya biar kuasa Tuhan yang menentukan. Karena toh jalan hidup kita sedari awal memang sudah diatur oleh Nya.  

Prinsip inilah yang akhirnya aku pakai saat ingin mengambil keputusan-keputusan besar dalam hidupku.

Aku selalu percaya, kalau Tuhan sebaik-baiknya pemilik rencana.

Pun termasuk jodoh, maut, rezeki adalah bentuk ketetapan Tuhan yang tidak akan aku ingkari sampai kapanpun.

Makanya, kalau ada orang bertanya "kamu mau nikah umur berapa?" ya... terserah Tuhan. Mau besok lusa, lima atau sepuluh tahun lagi, kapan pun itu: terserah Tuhan, Aku sendiri tidak punya gambaran kira-kira di usia berapa aku akan siap untuk masuk ke jenjang pernikahan. Aku juga bukan perempuan konservatif yang mengamini konsep "wanita kadaluwarsa". Jadi aku tidak peduli di umur berapa aku akan menikah karena yang tahu pasti kapan aku siap sekali lagi adalah Tuhan.

Termasuk soal memiliki atau tidak memiliki anak. Buatku, memiliki anak itu sama konsepnya dengan bentuk rezeki yang lainnya. Kalau waktunya punya ya akan lahir juga akhirnya. Tapi untuk anak, sebetulnya aku punya pertimbangan terms & condition nya sendiri. Tapi lagi; aku tidak akan memaksakan kehendak untuk punya anak. Aku tidak akan menargetkan punya anak di umur berapa. Aku tidak akan memaksakan apa-apa karena ini kuasa Tuhan. 

Ada banyak titik buta dalam hidup. Kita lebih banyak tidak tahunya tentang masa depan. Kita tidak bisa meraba ada jurang sedalam apa di depan sana. Karenanya, melepaskan kemudi bisa jadi pilihan yang tepat. Tentunya, tidak sepenuhnya memasrahkan karena untuk berjalan ke depan, kita juga perlu usaha dan persiapan. Tapi.. tidak terlalu memikirkan dan menargetkan adalah win-win solution atas banyak ketidaktahuan kita tentang masa depan. 

You May Also Like

0 comments